Minggu, 26 Januari 2014

BID’AH-KAH PERAYAAN MAULID NABI?



Sebenarnya saya sudah kehabisan akal harus memulai tulisan ini dari mana. Karena jujur saja saya masih miskin ilmu terutama dalam ilmu agama islam. Apalagi sesuatu yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dikalangan para ulama. Tentu akan membuat saya semakin berhati-hati dalam menorehkan tulisan tentang ini.

Bid’ahkah perayaan maulid nabi?? Sebuah pertanyaan besar yang terus menggelayuti pikiran saya. Namun berkat rasa penasaran saya yang menggebu-gebu, akhirnya saya menemukan sedikit pencerahan dari beberapa tetua yang ada disekitar saya. Berikut kata-kata pencerahan yang saya peroleh.
“Merayakan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal Hijriah yang sepantasnya seperti berkumpul di mesjid mendengarkan tausiyah hingga menyantap makanan bersama-sama pada intinya merupakan sebuah ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur atas lahirnya Nabi Muhammad SAW, junjungan dan Rasul kita sebagai umat muslim. Atas keberadaan Muhammad SAW di dunia ini, umat muslim masih tetap eksis hingga kini di jalan yang benar. Sepantasnyalah hari lahirnya di dunia ini dirayakan.”
“Benar sekali. Selain sebagai ungkapan kebahagiaan atas lahirnya Muhammad SAW, momen Maulid Nabi juga dimanfaatkan sebagian besar umat muslim khususnya di NTB sebagai momen untuk menjalin tali silaturrahmi antar umat. Jadi tak perlu heran kalau Maulid Nabi bukan hanya dirayakan pada tanggal 12 Rabiul Awal saja, tetapi hampir pada semua hari di bulan Rabiul Awal. Ini dimaksudkan agar seluruh umat dapat saling mengunjungi dan menjalin tali silaturrahmi. ”
Lalu sebenarnya dimana letak bid’ahnya? Hati saya pun mulai bergejolak semenjak munculnya pertanyaan ini. Apa sih arti sebenarnya dari bid’ah? Lantas saya pun terperangah ketika melihat halaman wikipedia yang saya kunjungi. Selama ini saya salah mengartikan bid’ah. Awalnya saya hanya mengartikan bid’ah sebagai ‘suatu perbuatan yang diada-adakan yang bertentangan dengan syariat islam’. Ternyata, bid’ah berarti perbuatan yang sengaja diada-adakan, tanpa ada embel-embel bertentangan dengan syariat islam. Ketika suatu perbuatan yang diada-adakan dan membawa pengaruh positif bagi umat serta tak bertentangan dengan syariat islam maka hal itu dikatakan bid’ah mahmudah, inovasi yang baik. Manakala perbuatan itu membawa pengaruh negative dan bertentangan dengan syariat islam maka itu dikatakan bid’ah mazmumah, menyesatkan.
Nah dari kedua pengertian di atas, saya pun mengambil kesimpulan dari bid’ah yang menjadi kontroversi itu. Berbekal pengalaman berselancar di dunia maya dan sedikit pencerahan dari orang-orang di sekitar saya, maka berdasarkan kedua makna bid’ah diatas, akhirnya saya dapat menyimpulkan bid’ah Mauled Nabi yang sesungguhnya. Mudah-mudahan kesimpulan saya tidak keliru.
Pertama, merayakan Maulid Nabi dengan cara yang pantas seperti berkumpul di masjid mendengarkan tausiyah dan menikmati makanan bersama-sama yang bertujuan mempererat tali silaturrahmi antar umat tentu bukanlah larangan dalam islam. Merayakan hari lahir Muhammad SAW dengan cara positif seperti ini boleh dikatakan inovasi yang baik sebagai ungkapan kebahagiaan atas lahirnya Rasullullah. Ungkapan rasa kebahagiaan ini pula mestinya dibarengi dengan tindakan mencintai dan menjalankan sunnahnya.
Kedua, banyak sekali contoh-contoh tindakan di masyarakat yang terlihat sedang merayakan Maulid Nabi namun tak sesuai dengan norma-norma dalam islam. Seperti pergelaran konser music dengan wanita-wanitanya yang mengenakan pakaian minim. Bahkan ada pula yang menggelar arak-arakan patung. Apa makna di balik semua itu? Jelas merupakan cara yang keliru ketika menggelar perayaan dengan mengatasnamakan Muhammad SAW. Sehingga akhirnya perayaan ini menjadi bid’ah mazmumah. Sepintas terlihat merayakan Maulid Nabi sementara mereka jauh dari tindakan mengikuti dan mengamalkan sunnahnya. (HW_ Hendra Winata)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar