Sebenarnya saya sudah kehabisan akal harus memulai tulisan ini dari
mana. Karena jujur saja saya masih miskin ilmu terutama dalam ilmu agama islam.
Apalagi sesuatu yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi dikalangan para ulama.
Tentu akan membuat saya semakin berhati-hati dalam menorehkan tulisan tentang
ini.
Bid’ahkah perayaan maulid nabi??
Sebuah pertanyaan besar yang terus menggelayuti pikiran saya. Namun berkat rasa
penasaran saya yang menggebu-gebu, akhirnya saya menemukan sedikit pencerahan
dari beberapa tetua yang ada disekitar saya. Berikut kata-kata pencerahan yang
saya peroleh.
“Merayakan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal Hijriah yang sepantasnya
seperti berkumpul di mesjid mendengarkan tausiyah hingga menyantap makanan
bersama-sama pada intinya merupakan sebuah ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur
atas lahirnya Nabi Muhammad SAW, junjungan dan Rasul kita sebagai umat muslim.
Atas keberadaan Muhammad SAW di dunia ini, umat muslim masih tetap eksis hingga
kini di jalan yang benar. Sepantasnyalah hari lahirnya di dunia ini dirayakan.”
“Benar sekali. Selain sebagai ungkapan kebahagiaan atas lahirnya
Muhammad SAW, momen Maulid Nabi juga dimanfaatkan sebagian besar umat muslim
khususnya di NTB sebagai momen untuk menjalin tali silaturrahmi antar umat.
Jadi tak perlu heran kalau Maulid Nabi bukan hanya dirayakan pada tanggal 12
Rabiul Awal saja, tetapi hampir pada semua hari di bulan Rabiul Awal. Ini
dimaksudkan agar seluruh umat dapat saling mengunjungi dan menjalin tali
silaturrahmi. ”
Lalu sebenarnya dimana letak bid’ahnya? Hati saya pun mulai bergejolak
semenjak munculnya pertanyaan ini. Apa sih arti sebenarnya dari bid’ah? Lantas
saya pun terperangah ketika melihat halaman wikipedia yang saya kunjungi.
Selama ini saya salah mengartikan bid’ah. Awalnya saya hanya mengartikan bid’ah
sebagai ‘suatu perbuatan yang diada-adakan yang bertentangan dengan syariat
islam’. Ternyata, bid’ah berarti perbuatan yang sengaja diada-adakan, tanpa ada
embel-embel bertentangan dengan syariat islam. Ketika suatu perbuatan yang
diada-adakan dan membawa pengaruh positif bagi umat serta tak bertentangan
dengan syariat islam maka hal itu dikatakan bid’ah mahmudah, inovasi yang baik.
Manakala perbuatan itu membawa pengaruh negative dan bertentangan dengan
syariat islam maka itu dikatakan bid’ah mazmumah, menyesatkan.
Nah dari kedua pengertian di atas, saya pun mengambil kesimpulan dari
bid’ah yang menjadi kontroversi itu. Berbekal pengalaman berselancar di dunia
maya dan sedikit pencerahan dari orang-orang di sekitar saya, maka berdasarkan
kedua makna bid’ah diatas, akhirnya saya dapat menyimpulkan bid’ah Mauled Nabi
yang sesungguhnya. Mudah-mudahan kesimpulan saya tidak keliru.
Pertama, merayakan Maulid Nabi dengan cara yang pantas seperti berkumpul
di masjid mendengarkan tausiyah dan menikmati makanan bersama-sama yang
bertujuan mempererat tali silaturrahmi antar umat tentu bukanlah larangan dalam
islam. Merayakan hari lahir Muhammad SAW dengan cara positif seperti ini boleh
dikatakan inovasi yang baik sebagai ungkapan kebahagiaan atas lahirnya
Rasullullah. Ungkapan rasa kebahagiaan ini pula mestinya dibarengi dengan
tindakan mencintai dan menjalankan sunnahnya.
Kedua, banyak sekali
contoh-contoh tindakan di masyarakat yang terlihat sedang merayakan Maulid Nabi
namun tak sesuai dengan norma-norma dalam islam. Seperti pergelaran konser
music dengan wanita-wanitanya yang mengenakan pakaian minim. Bahkan ada pula yang
menggelar arak-arakan patung. Apa makna di balik semua itu? Jelas merupakan
cara yang keliru ketika menggelar perayaan dengan mengatasnamakan Muhammad SAW.
Sehingga akhirnya perayaan ini menjadi bid’ah mazmumah. Sepintas terlihat
merayakan Maulid Nabi sementara mereka jauh dari tindakan mengikuti dan
mengamalkan sunnahnya. (HW_ Hendra Winata)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar